Hari 1 – "Scroll" - “HOLY SCROLL" ATAU "DOOMSCROLL”?
Pertanyaan 1
Menurutmu, kenapa scroll bisa jadi bahaya bagi hati dan pikiran kita? Apa yang membuat kita sering tidak sadar dan terhanyut dalam "doomscroll"?
Rangkuman diskusi:
Scroll bisa menjadi berbahaya karena beberapa alasan utama. Informasi yang berlebihan membuat pikiran penuh dan sulit membedakan yang penting, menimbulkan kecemasan, kelelahan mental, serta emosi negatif. Konten negatif atau tidak valid sering dipercaya begitu saja, membuat hati gelisah dan mudah terprovokasi. Banyak juga yang mengalami kecanduan—terjebak dalam kesenangan sesaat hingga lupa waktu, sulit berhenti, bahkan merasa muak dengan diri sendiri. Hal ini diperkuat oleh algoritma media sosial yang terus menyajikan konten serupa, serta dorongan rasa penasaran, FOMO, dan kebutuhan validasi.
Dari sisi iman, akar masalahnya bukan pada teknologi, tetapi pada hati manusia yang condong pada dosa—dipengaruhi oleh keinginan mata, daging, dan kesombongan. Tanpa filter rohani dan etika Kristen, scroll dapat menyeret kita dalam kecemasan, dosa, dan menjauh dari Tuhan.
Meski demikian, tidak semua scroll berbahaya. Scroll bisa membangun iman jika digunakan untuk mencari kebenaran Allah dan memperkaya rohani. Kuncinya adalah keseimbangan—mengatur waktu, memilah konten, dan menjaga hati. Scroll itu netral; bahayanya muncul ketika kita tidak bisa mengendalikan diri. Karena itu, mengisi hati dengan Firman Tuhan dan berjaga-jaga dalam doa menjadi benteng utama agar scroll membawa berkat, bukan jebakan.
++++++
Pertanyaan 2
Langkah kecil apa yang bisa kamu lakukan mulai minggu ini untuk menjadikan scroll kita "holy"? Bagikan tip dan trik supaya kita semakin berakar dalam Firman.
Rangkuman diskusi:
Untuk menjadikan scroll lebih “holy”, langkah kecil yang praktis bisa dimulai dengan mengatur waktu dan disiplin dalam menggunakan media sosial. Batasi jam khusus untuk membuka aplikasi, aktifkan mode fokus, dan hindari scroll larut malam. Waktu yang biasanya terbuang dapat dialihkan untuk doa, membaca Alkitab, mendengarkan lagu rohani, atau belajar firman agar hati dipenuhi hal-hal yang membangun.
Selain itu, penting untuk selektif terhadap konten yang dikonsumsi. Tentukan tujuan sebelum membuka media sosial, hindari konten negatif, dan isi beranda dengan hal-hal yang membawa penguatan iman. Mengikuti akun rohani, menjadikan ayat sebagai pengingat, dan lebih banyak scroll firman daripada hiburan akan menolong menjaga pikiran tetap tertuju pada Tuhan.
Media sosial juga bisa menjadi sarana pelayanan dengan membagikan ayat, kesaksian, atau kata-kata berkat yang menyalurkan terang Kristus. Semua itu perlu disertai kesadaran rohani bahwa hati manusia mudah condong pada dosa. Karena itu, Firman Tuhan harus menjadi filter utama dalam setiap penggunaan teknologi agar kebiasaan scroll tidak menjauhkan, tetapi justru mendekatkan kita kepada Tuhan.
=========
Hari 2 – CLICK – PILIHAN HIDUP PADA ERA DIGITAL
Pertanyaan 1
Hal sesederhana "klik" bisa punya dampak besar dalam hidup kita, termasuk kehidupan rohani. Pernahkah kamu menemui orang-orang di sekitarmu yang mengalami hidup yang diubahkan oleh konten digital rohani? Share-kan.
Rangkuman diskusi:
Konten rohani digital memiliki dampak positif yang besar bagi kehidupan rohani banyak orang. Melalui video khotbah, podcast, artikel, dan musik rohani, banyak yang mendapatkan inspirasi, penghiburan, serta dorongan iman. Beberapa bahkan mengalami perubahan hidup nyata—menemukan tujuan hidup, dikuatkan dalam doa, hingga mengalami kesembuhan rohani. Media digital juga membuka kesempatan untuk terhubung dengan komunitas rohani global.
Banyak kisah nyata menunjukkan bagaimana Tuhan bekerja melalui dunia digital: seseorang yang dulu sering membagikan hal negatif kini rutin memposting firman; ada yang mengenal Kristus lewat konten rohani di media sosial lalu dibimbing hingga menjadi pemurid; bahkan ada kisah keluarga yang diselamatkan karena awalnya tersentuh oleh lagu rohani. Pembuat konten rohani juga merasakan bagaimana karya mereka menjadi berkat bagi orang lain, meski hasilnya tidak selalu terlihat langsung.
Namun, konten rohani digital hanyalah pintu awal. Pertumbuhan iman sejati tetap membutuhkan hubungan pribadi dengan Tuhan, penggalian Alkitab, dan dukungan komunitas rohani yang nyata. Tanpa dasar iman yang kuat, seseorang bisa terseret ajaran sesat atau kehilangan arah.
Kesimpulannya, satu “klik” pada konten rohani bisa menjadi benih yang Tuhan pakai untuk menguatkan dan mengubahkan hidup seseorang. Karena itu, penting untuk memanfaatkan konten digital sebagai sarana pertumbuhan iman—tanpa melupakan ibadah, persekutuan, dan kehidupan rohani yang nyata bersama tubuh Kristus.
++++++
Pertanyaan 2
Kalau Tuhan menilai jejak digitalmu minggu ini, kira-kira lebih banyak klik yang membuatmu dekat kepada-Nya atau menjauhkanmu dari-Nya? Apa langkah nyata yang bisa kamu lakukan supaya klikmu memuliakan Kristus?
Rangkuman diskusi:
Jejak digital seseorang dapat mencerminkan kedekatannya dengan Tuhan, namun kenyataannya beragam—ada yang merasa lebih dekat karena sering mengonsumsi konten rohani, sementara yang lain jujur mengakui masih sering terbawa arus konten duniawi. Tantangan utama datang dari diri sendiri: rasa nyaman, godaan algoritma, dan kemudahan akses yang membuat seseorang mudah larut dalam scrolling tanpa arah hingga menggeser posisi Tuhan di hati.
Langkah nyata untuk mengubah hal ini dimulai dari disiplin rohani seperti saat teduh, doa, dan membaca Firman secara rutin agar hati tetap terjaga. Mengurangi waktu scroll, memilih konten positif, serta menyaring hal negatif menjadi bentuk pengendalian diri yang penting. Setiap klik seharusnya diarahkan untuk hal yang membangun—membagikan renungan, ayat, atau konten rohani—sehingga media sosial menjadi sarana untuk memuliakan Kristus, bukan sekadar hiburan.
Banyak yang mulai mengalami perubahan nyata: dari konsumsi konten sia-sia menjadi lebih banyak menyimak renungan, lagu rohani, atau bahkan membagikan firman di media sosial dan grup keluarga. Beberapa juga menjadikan konten digital sebagai alat pelayanan di tempat kerja atau komunitas.
Kesadaran pun tumbuh bahwa jejak digital adalah cerminan hati dan kesaksian iman. Karena itu, setiap klik perlu dilakukan dengan bijak, disertai doa, dan diarahkan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Dengan begitu, setiap aktivitas digital bukan hanya memberi hiburan sesaat, tetapi menjadi sarana untuk bertumbuh dalam iman dan memuliakan Kristus.
======
Hari 3 – COMMIT & PRAY – JADI "CHAMPION" BAGI KRISTUS DI DUNIA DIGITAL
Pertanyaan 1
Kalau doa itu seumpama WiFi rohani, apakah sinyal doamu termasuk dalam kondisi stabil atau sering "no connection"? Share-kan keinginanmu untuk memiliki kehidupan doa yang lebih baik!
Rangkuman diskusi:
Doa digambarkan sebagai “WiFi rohani” yang menentukan kualitas hubungan seseorang dengan Allah. Ada yang merasa sinyal doanya stabil karena memiliki kebiasaan doa teratur, sementara yang lain mengakui sering mengalami “no connection” akibat kesibukan, distraksi, atau rutinitas yang membuat doa kehilangan makna. Meski begitu, semua sepakat bahwa doa bukan sekadar kewajiban, melainkan akses langsung kepada Allah, sumber kekuatan, dan pusat kehidupan rohani.
Kerinduan utama adalah menjadikan doa sebagai gaya hidup, bukan rutinitas kaku—doa yang alami, penuh sukacita, dan dipimpin oleh Roh Kudus. Banyak yang ingin membangun kebiasaan berdoa di setiap momen, baik doa singkat di tengah aktivitas maupun menjadikan Firman sebagai bahan doa. Komitmen sederhana seperti “no pray no breakfast” atau “no Bible no breakfast” juga dianggap efektif menjaga disiplin rohani.
Beberapa langkah nyata yang membantu menjaga koneksi doa antara lain menetapkan waktu saat teduh harian, mematikan notifikasi saat berdoa, berdoa bersama komunitas, menulis doa singkat agar lebih fokus, dan selalu meminta pertolongan Roh Kudus.
Kesadaran yang muncul adalah bahwa tanpa doa, hidup terasa hampa dan kehilangan tenaga rohani. Namun, dengan doa, bahkan hal kecil seperti postingan media sosial bisa menjadi berkat. Doa membuat hidup tetap “terhubung” dengan Allah—seperti ponsel yang hanya berfungsi maksimal ketika tersambung ke jaringan.
++++++
Pertanyaan 2
Apa perbedaan antara anak Tuhan yang hanya jadi "penonton" dan yang benar-benar ikut berjuang sebagai prajurit Kristus? Bagaimana memastikan kita tidak dikalahkan oleh likes, views, dan komentar? Apa jaminannya, bahkan kita pasti akan menang?
Rangkuman diskusi:
Diskusi ini menekankan perbedaan antara “penonton” dan “prajurit Kristus.” Penonton hanya menikmati hal-hal rohani dari luar—datang ke gereja sebagai rutinitas, mengonsumsi konten Kristen, tetapi jarang terlibat atau berkorban. Hidup rohaninya pasif dan mudah goyah oleh suasana atau pengakuan manusia. Sebaliknya, prajurit Kristus hidup dengan kesadaran bahwa iman adalah medan pertempuran. Ia taat, rela berkorban, dan berani mengambil risiko demi Tuhan, baik dalam pelayanan nyata maupun di dunia digital, dengan tujuan memuliakan Kristus, bukan mencari validasi diri.
Dalam konteks media sosial, prajurit Kristus tidak terjebak pada likes, views, dan komentar, melainkan fokus pada Tuhan dan menggunakan teknologi untuk menjadi terang—membagikan firman, kesaksian, dan kebenaran. Kunci untuk tidak kalah oleh tekanan popularitas adalah kembali kepada identitas sejati di dalam Kristus, yang nilainya tidak ditentukan oleh dunia, melainkan oleh kesetiaan kepada Tuhan.
Peperangan rohani bukan melawan manusia, melainkan melawan kuasa kegelapan seperti godaan dunia, ajaran sesat, dan kecanduan. Karena itu, senjata utama seorang prajurit adalah doa, Firman, dan hidup dalam buah Roh.
Kemenangan sejati bukan hasil usaha manusia, melainkan anugerah dari Kristus yang telah menang di kayu salib. Dengan keyakinan itu, setiap prajurit Kristus dapat terus berjuang dengan teguh, karena kemenangan kekal sudah dijamin oleh Tuhan sendiri.