Pelajaran 1 – "EXCELLENCE BEGINS IN THE HEART”
Pertanyaan 1
Sekarang kan dunia ngukur "excellence" dari seberapa keren keberhasilanmu (nilai bagus, kerja bagus, konten bagus). Tapi "excellence" yang benar tuh kayak gimana sih? Dan gimana kamu tahu kalau hatimu udah ‘bener’ di depan Tuhan?
Rangkuman diskusi =
Excellence sejati bukan diukur dari pencapaian, hasil, atau pujian manusia, tetapi dari sikap hati dan motivasi di balik setiap tindakan. Standarnya adalah bagaimana hati kita benar di hadapan Tuhan—apakah kita melakukannya dengan tulus, tekun, dan untuk memuliakan-Nya, bukan demi validasi atau pengakuan.
Orang yang hatinya benar di hadapan Tuhan akan tetap berusaha dengan damai sejahtera dan rasa syukur, meskipun hasilnya tidak sempurna di mata manusia. Excellence berarti melakukan segala sesuatu dengan segenap hati untuk Tuhan (Kolose 3:23).
Peserta diskusi menekankan bahwa excellence bukan hanya soal “finish well,” tetapi juga “start, walk, and finish well” dengan hati yang benar. Tantangan terbesar justru muncul ketika tidak ada apresiasi, namun disitulah ujian hati sesungguhnya: apakah kita tetap berfokus pada Tuhan?
Kegagalan di mata manusia tidak berarti gagal di mata Tuhan, karena yang Ia nilai adalah ketulusan dan kemurnian hati. Hidup yang excellent berarti rendah hati dan menyadari bahwa segala kemampuan berasal dari Tuhan.
Kesimpulan:
Excellence sejati dimulai dari hati yang murni dan berpusat pada Allah, yang tetap setia, bersyukur, dan memuliakan Tuhan dalam setiap proses hidup.
++++++++++
Pertanyaan 2
Yuk kita belajar jujur, di bagian mana dari hidup kamu paling gampang pengin diakui orang (dapet like, pujian, atau validasi)? Nah, tapi kalau sekarang kamu lebih ingin nyenengin Tuhan, gimana caranya biar motivasimu bisa berubah bukan untuk nyenengin orang?
Rangkuman diskusi =
Keinginan untuk diakui dan dipuji adalah hal yang manusiawi, terutama ketika seseorang meraih prestasi atau keberhasilan. Namun, peserta diskusi menyadari bahwa validasi manusia bersifat sementara dan tidak benar-benar memuaskan hati. Karena itu, motivasi hidup perlu diarahkan bukan untuk menyenangkan manusia, tetapi Tuhan.
Langkah untuk mengubah motivasi ini adalah dengan mengingat bahwa setiap hal yang dilakukan adalah bentuk ucapan syukur kepada Tuhan. Caranya: melalui doa, sikap rendah hati, hidup dalam rasa syukur, pembaharuan hati oleh Roh Kudus, dan konsistensi untuk tetap setia walau tanpa pujian.
Pujian manusia seharusnya dianggap sebagai bonus, bukan tujuan. Semua keberhasilan berasal dari Tuhan, sehingga hanya Dia yang layak menerima kemuliaan. Tanpa Tuhan, manusia tidak dapat berbuat apa-apa.
Beberapa peserta juga membagikan pengalaman pribadi tentang bagaimana haus akan pujian bisa membuat hati sombong dan menjauh dari Tuhan. Tetapi ketika hati dipulihkan, fokusnya berubah—hidup bukan lagi tentang diri sendiri, melainkan tentang menampilkan Kristus dalam kehidupan.
Kesimpulan:
Motivasi sejati tumbuh dari hati yang berpusat pada Tuhan. Excellence bukan soal mendapat pengakuan, tetapi bagaimana setiap tindakan mencerminkan Kristus dan memuliakan Tuhan.
===========
Pelajaran 2 – “BUILD AN EXCELLENT CHARACTER”
Pertanyaan 1
Sekarang banyak orang ngejar skill dan pencapaian biar kelihatan keren atau ‘berhasil’. Tapi menurut kamu, kenapa Tuhan lebih peduli sama karakter daripada kemampuan? Dan gimana caramu ngebangun karakter yang kuat di tengah dunia yang serba instan kayak sekarang?”
Rangkuman diskusi =
Tuhan menilai karakter lebih penting daripada kemampuan, karena karakter menunjukkan siapa kita sebenarnya di hadapan-Nya. Kemampuan bisa dipelajari, tetapi karakter dibentuk melalui proses panjang yang melibatkan hati, kesetiaan, dan hubungan dengan Tuhan.
Peserta menekankan bahwa Tuhan melihat proses, integritas, dan ketulusan hati, bukan sekadar hasil akhir atau penilaian manusia. Karakter yang kuat tampak dari kesetiaan dalam hal kecil—seperti disiplin, kejujuran, tanggung jawab, dan kerendahan hati—serta dari kebiasaan rohani seperti doa, membaca Firman, dan hidup dalam komunitas yang membangun.
Karakter yang berkenan di hadapan Tuhan tidak terbentuk secara instan, melainkan melalui pengalaman, kegagalan, teguran, dan refleksi diri. Melatih penguasaan diri, bersandar pada Tuhan, dan memiliki teman rohani yang mengingatkan membantu seseorang tetap bertumbuh dalam karakter Kristus.
Tanpa karakter yang benar, kemampuan dan pencapaian sebesar apa pun dapat runtuh. Karakterlah yang membuat seseorang tetap rendah hati saat berhasil dan tetap setia saat gagal. Hidup yang berakar pada Kristus akan menghasilkan buah roh seperti kasih, sukacita, dan damai sejahtera.
Kesimpulan:
Tuhan lebih peduli pada siapa kita di dalam hati daripada apa yang bisa kita lakukan. Keberhasilan sejati bukan diukur dari skill atau prestasi, tetapi dari karakter yang mencerminkan Kristus dan memuliakan Tuhan dalam setiap aspek kehidupan.
++++++++++
Pertanyaan 2
Pas kamu dapet pencapaian atau dipercaya tanggung jawab besar, apa yang biasanya kamu rasain: pengin pamer atau pengin bersyukur? Gimana sih caranya tetap rendah hati dan inget kalau semua yang kita punya itu dari Tuhan?
Rangkuman diskusi =
Saat mendapat pencapaian atau tanggung jawab besar, peserta umumnya merasakan campuran antara bangga, syukur, dan tanggung jawab. Meski ada dorongan untuk pamer, kesadaran bahwa semua berasal dari Tuhan menolong mereka tetap rendah hati.
Cara menjaga hati agar tetap benar adalah dengan terus mengingat bahwa kemampuan dan keberhasilan adalah anugerah Tuhan, bukan hasil kekuatan sendiri. Rasa syukur ditunjukkan dengan menggunakan pencapaian untuk memuliakan Tuhan, berbagi berkat, dan membantu orang lain.
Peserta juga menekankan pentingnya mengubah rasa bangga menjadi rasa syukur dan melihat masa sulit sebagai pengingat bahwa tanpa pertolongan Tuhan, keberhasilan tidak akan tercapai. Refleksi diri dan ucapan terima kasih kepada orang-orang yang berperan dalam perjalanan hidup menjadi bentuk kerendahan hati yang nyata.
Beberapa peserta mengaku sempat gugup dan tidak percaya diri ketika diberi tanggung jawab besar, tetapi belajar bahwa setiap kesempatan adalah bentuk kasih karunia dan kedaulatan Tuhan. Dengan memahami hal ini, mereka dapat melihat pencapaian bukan sebagai hasil usaha pribadi, melainkan bagian dari rencana dan kasih Tuhan.
Kesimpulan:
Kunci untuk tetap rendah hati dalam pencapaian adalah menyadari bahwa semua berasal dari Tuhan. Setiap keberhasilan bukan ajang pamer, tetapi kesempatan untuk bersyukur dan memuliakan Dia melalui sikap hati dan tindakan yang tulus.
===========
Pelajaran 3 – “SHINE WITH EXCELLENCE IN THE WORLD”
Pertanyaan 1
Kalau orang lain lihat hidupmu sehari-hari (di kampus, di kerjaan, atau di medsos), kira-kira mereka bisa lihat Yesus nggak dalam hidupmu? Gimana caramu bisa tetap ‘bersinar’ dengan cara yang real, bukan sok suci atau cari perhatian?
Rangkuman diskusi =
Orang lain dapat melihat Yesus melalui kehidupan kita ketika sikap, ucapan, dan tindakan mencerminkan karakter Kristus—kasih, integritas, kerendahan hati, pengampunan, dan pelayanan tanpa pamrih. Bersinar bukan soal kesempurnaan, tetapi konsistensi menjalani hidup dengan hati yang tulus dan berpusat pada Tuhan.
Peserta menekankan bahwa menjadi terang berarti melakukan yang terbaik sebagai bentuk tanggung jawab kepada Tuhan, bukan demi pencitraan atau pujian. Ketika seseorang tetap berbuat baik dalam hal-hal kecil, seperti menolong, bersabar, dan memberi maaf tanpa pamrih, maka terang Kristus terpancar secara nyata.
Kunci untuk bersinar secara otentik adalah hubungan yang dekat dengan Tuhan. Relasi yang hidup dengan-Nya membuat karakter Kristus muncul secara alami, bukan dibuat-buat. Hidup yang berakar pada Firman menuntun seseorang untuk tetap rendah hati, tidak mudah tersinggung, dan mau memperbaiki diri ketika salah.
Hidup yang bersinar bukan berarti sempurna, tetapi terus belajar dan bertumbuh dalam kasih dan kebenaran. Menjadi terang sejati berarti hidup autentik sesuai rancangan Tuhan, membawa damai, dan menunjukkan kasih Kristus di mana pun berada—baik di rumah, di pekerjaan, maupun di media sosial.
Kesimpulan:
Menjadi terang bukan soal tampil rohani, melainkan buah dari relasi yang hidup dengan Tuhan. Ketika kita menghidupi Firman secara konsisten, orang lain akan melihat Kristus melalui kehidupan kita—tanpa perlu kita berusaha keras untuk terlihat rohani.
++++++++++
Pertanyaan 2
Kadang kita pengin jadi terang, tapi tanpa sadar fokusnya malah jadi ‘biar aku kelihatan keren’. Gimana cara kamu ngejaga hati supaya ‘excellence’-mu itu bener-bener dimotivasi untuk memuliakan Tuhan, bukan buat ninggiin diri sendiri?
Rangkuman diskusi =
Kunci menjaga hati dalam mengejar excellence adalah menjadikan Tuhan pusat motivasi, bukan mencari pengakuan atau ingin terlihat hebat di mata manusia. Peserta menekankan pentingnya menyadari bahwa semua kemampuan dan kesempatan berasal dari Tuhan, sehingga setiap keberhasilan harus dikembalikan untuk kemuliaan-Nya.
Langkah nyata untuk menjaga hati antara lain: berdoa, membaca Firman, bersyukur, dan refleksi motivasi diri agar pujian tidak menjadi tujuan. Sikap rendah hati, ketaatan, dan kesediaan melayani tanpa ekspektasi menolong seseorang tetap berfokus pada Tuhan.
Peserta juga mengingatkan bahwa excellence sejati adalah bentuk ibadah, lahir dari hati yang tunduk dan bersyukur atas kasih karunia Tuhan. Meneladani Yesus, yang bersinar bukan untuk dikagumi tetapi untuk memuliakan Bapa, mengajarkan bahwa kerendahan hati dan pengendalian diri adalah fondasi agar excellence tidak berubah menjadi kesombongan.
Kesimpulan:
Menjaga hati berarti terus mengingat bahwa nilai diri tidak ditentukan oleh pencapaian, tetapi oleh kasih Tuhan. Saat seseorang melayani dengan motivasi murni dan fokus memuliakan Tuhan, setiap tindakan menjadi cerminan excellence sejati yang berkenan di hadapan-Nya.